• Jelajahi

    Copyright © Lentera News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Gugatan Tanah Tidak Dapat Diterima, LBH Nusa Komodo Manggarai Bongkar Dugaan Mafia di Pengadilan Negeri Ruteng

    Rabu, 30 April 2025, April 30, 2025 WIB Last Updated 2025-04-30T03:48:36Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Ruteng,lenteranews.info -

    Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ruteng dalam perkara perdata tanah seluas 2.240 meter persegi memantik reaksi keras dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Komodo Manggarai.


    Ketua LBH, Marsel Ahang, menyebut putusan tersebut tidak hanya janggal secara hukum, tetapi juga mencederai rasa keadilan publik.


    Ia bahkan menuding adanya praktik mafia peradilan di balik vonis yang dianggap tidak berpihak kepada kebenaran dan fakta.


    Perkara ini terdaftar dengan nomor 42/Pdt.G/2024/PN.Rtg., didaftarkan pada 5 Desember 2024 oleh Valentinus Suhardi dan Inosensius Remli sebagai penggugat, yang menggugat Viktoria Patiati De Wanggut terkait penguasaan sebidang tanah dan bangunan di Jalan Ahmad Yani RT 004/RW 002, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai.


    Gugatan Tanah dan Sengkarut Status Hukum

    Penggugat menuding tergugat telah menguasai lahan secara tidak sah. Tanah yang disengketakan sebelumnya diketahui milik Maksimus Wanggut, yang telah meninggal dunia.


    Namun, klaim kepemilikan Viktoria atas tanah tersebut ditolak oleh penggugat dengan alasan bahwa Viktoria bukan anak sah dari Maksimus, baik secara hukum negara maupun secara adat Manggarai.


    Dalam proses persidangan, penggugat menghadirkan Anton Bagul Dagur, seorang akademisi dan saksi ahli budaya Manggarai.


    Menurut Anton, hubungan kekeluargaan Viktoria dengan Maksimus tidak pernah diakui secara adat karena hubungan orang tua Viktoria tidak sah secara gerejawi maupun adat Manggarai.


    "Kami menyodorkan saksi ahli budaya. Beliau menegaskan bahwa secara adat, hubungan kekeluargaan Viktoria dengan almarhum Maksimus Wanggut tidak diakui. Ini fakta penting yang diabaikan hakim," ujar Marsel Ahang kepada media ini, Rabu (30/4/2024).


    Viktoria sebelumnya juga mengajukan permohonan pengesahan status sebagai anak sah melalui perkara nomor 11/Pdt.P/2024/PN.Rtg, namun permohonan tersebut ditolak oleh hakim Syifa Alam dalam putusan tertanggal 12 Juli 2024.


    Putusan tersebut menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard), karena tidak memenuhi syarat hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan dan regulasi kependudukan.


    Hal ini, menurut Marsel, memperkuat argumen bahwa tergugat tidak memiliki legal standing untuk menguasai objek sengketa.


    Putusan PN Ruteng dan Reaksi Keras LBH


    Namun, dalam amar putusan perkara 42/Pdt.G/2024/PN.Rtg yang dibacakan pada 29 April 2024, majelis hakim menolak seluruh eksepsi tergugat tetapi menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima karena "kurang pihak".


    Marsel menilai alasan tersebut mengada-ada dan mencerminkan sikap tidak profesional hakim.


    Ia mempertanyakan siapa pihak yang dimaksud tidak dilibatkan, karena dalam seluruh rangkaian sidang, tidak ada petunjuk jelas dari hakim tentang hal tersebut.


    "Bagaimana mungkin setelah semua bukti dan saksi kami ajukan, hakim hanya berdalih kurang pihak tanpa menjelaskan secara rinci siapa yang kurang dan kenapa itu menjadi alasan utama? Ini permainan kotor. Hakim seharusnya menjelaskan siapa pihak yang harus dihadirkan agar kami bisa memperbaiki. Tapi mereka bungkam. Ini yang kami sebut hakim nakal," tegas Marsel.


    Ia menambahkan, alasan "kurang pihak" dalam hukum acara perdata memang dimungkinkan, tetapi harus dijelaskan secara jelas agar tidak menjadi alasan yang menyesatkan. Dalam kasus ini, menurutnya, hakim sama sekali tidak transparan.


    Langkah Lanjutan: Laporan ke Komisi Yudisial dan Aksi Damai


    Marsel Ahang menyatakan bahwa LBH Nusa Komodo akan segera mengajukan laporan resmi ke Komisi Yudisial (KY) RI di Jakarta terkait dugaan pelanggaran etika dan ketidakberpihakan majelis hakim dalam perkara ini.


    “Kami akan bawa persoalan ini ke Komisi Yudisial. Ini menyangkut integritas lembaga peradilan. Jika tidak ada yang berani bersuara, mafia peradilan akan terus tumbuh di Ruteng,” ujarnya.


    Sebagai bentuk tekanan moral, pihaknya juga akan menggelar aksi damai pada 5 Mei 2025.


    Aksi tersebut rencananya melibatkan mahasiswa, aktivis, tokoh adat, dan masyarakat sipil. Marsel menyebut aksi ini sebagai momentum “pencerahan hukum” bagi masyarakat Manggarai.


    "Aksi ini bukan hanya untuk klien kami, tapi untuk masyarakat Manggarai. Kita butuh lembaga peradilan yang bersih, bukan yang bisa dibeli atau ditekan," kata Marsel.


    Riwayat Kejanggalan Perkara di PN Ruteng


    Marsel menyebut bahwa ini bukan kali pertama majelis hakim PN Ruteng membuat putusan yang mencurigakan. LBH Nusa Komodo mencatat sedikitnya lima perkara sejak 2021 yang berujung pada putusan ganjil, sebagian besar merugikan warga kecil dan kelompok rentan.


    “Kasus-kasus ini selalu punya pola: bukti kuat dari pihak penggugat diabaikan, alasan formil dicari-cari, dan akhirnya gugatan tidak diterima. Ini bukan kebetulan,” ujar Marsel.


    Ia mendesak Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung untuk tidak hanya melihat administrasi perkara, tetapi juga meninjau pola-pola putusan yang bisa mengindikasikan adanya praktik mafia peradilan.


    Solidaritas Masyarakat Sipil dan LSM


    Marsel juga menyerukan kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi gereja, dan elemen masyarakat lainnya untuk bersatu dalam mengawal transparansi peradilan.


    “Ini perjuangan kolektif. Keadilan bukan hanya untuk orang yang bisa membayar mahal atau punya koneksi. Masyarakat kecil juga berhak menang jika berada di pihak yang benar,” katanya.


    Ia meyakini bahwa suara rakyat dan solidaritas sipil adalah kekuatan moral untuk menekan lembaga hukum agar tidak menyimpang dari mandat konstitusionalnya.


    Pertarungan Melawan Ketidakadilan


    Di ujung wawancara, Marsel Ahang menyatakan bahwa LBH Nusa Komodo tidak akan mundur dari perjuangan melawan ketidakadilan.


    Ia meyakini bahwa proses hukum yang bersih adalah fondasi utama bagi demokrasi dan hak asasi manusia di daerah.


    "Kami akan terus kawal, suarakan, dan bertindak. Karena di atas segala hukum, ada keadilan. Dan kami berdiri untuk itu," pungkasnya.


    Reporter: Eventus

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini