• Jelajahi

    Copyright © Lentera News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Tangisan Sunyi dari Cabang Lima: Harapan Terakhir Seorang Bapak yang Berjuang Melawan Sakit Mata Bertahun-tahun

    Sabtu, 26 April 2025, April 26, 2025 WIB Last Updated 2025-04-26T02:40:46Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


     

    Borong, lenteranews.info–Di sebuah rumah sederhana di sudut Desa Gising, Kecamatan Elar Selatan, tepatnya di Cabang Lima RT 012/RW 006, Jumat malam 25 April 2025 pukul 21.20 Wita, suasana hening menyelimuti kediaman Kristoforus Jolo. 


    Pria berusia 71 tahun ini hanya bisa terbaring lemah, menahan rasa sakit luar biasa yang tak kunjung reda di mata kirinya.


    “Sudah lama sekali saya rasakan ini sakit. Rasanya seperti ditusuk-tusuk dari dalam,” ujar Kristoforus pelan, sambil menutup mata kanannya yang masih sehat.


    Matanya yang dulu digunakan untuk melihat kebun kini membengkak parah. 


    “Waktu itu saya sedang tebang dahan. Tidak sengaja sepotong kayu kena mata kiri. Awalnya cuma merah biasa, saya kira akan sembuh sendiri. Tapi makin lama malah jadi begini,” kenangnya.


    Dalam kondisi serba kekurangan, Kristoforus mengaku hanya mampu mengandalkan pengobatan tradisional. 


    “Kami pakai ramuan kampung saja. Mau ke dokter, uang tidak ada. Untuk beli beras saja kadang harus pinjam ke keluarga,” tuturnya.


    Ia pernah mencoba mencari pertolongan medis di Puskesmas, tapi harapannya pupus. 


    “Petugas bilang ini harus dirujuk ke rumah sakit besar. Tapi saya bingung mau ke mana. Biaya jalan, obat, rawat inap semua butuh uang,” katanya lirih.


    Sejak saat itu, kondisinya terus memburuk. 


    “Sekarang bangun pun susah. Mau ke kamar mandi harus dituntun. Dulu saya masih bisa duduk dan jalan pelan-pelan,” ucapnya dengan suara bergetar.


    Meski memiliki BPJS, Kristoforus mengaku tidak memahami bagaimana menggunakannya. 


    “Saya punya BPJS, tapi saya tidak tahu harus bagaimana. Tidak ada yang datang tanya kabar. Pemerintah tidak pernah lihat saya. Saya seperti ditinggalkan,” ucapnya, menahan air mata.


    Dalam sunyi malam yang menyelimuti rumahnya, ia mengungkapkan satu-satunya harapannya. 


    “Saya minta Tuhan kasih jalan. Saya ingin bisa lihat cucu saya main di halaman, dengan jelas, sebelum saya mati,” bisiknya, menggenggam tangan sendiri yang mulai gemetar.


    Ia juga mencurahkan rasa kecewa terhadap ketimpangan layanan kesehatan. 


    “Kalau saya tinggal di kota, mungkin sudah ditangani. Tapi saya ini orang kebun, tinggal jauh. Siapa yang peduli?” tanyanya dengan nada sendu.


    Saat ditanya apa yang paling dirindukan, ia menjawab dengan mata berkaca-kaca. 


    “Saya rindu duduk di bawah pohon, lihat anak-anak lari-lari. Sekarang saya cuma bisa dengar suara mereka dari dalam rumah,” ucapnya.


    Menutup perbincangan, Kristoforus menyampaikan harapannya dengan suara yang hampir tak terdengar. 


    “Kalau ada orang baik di luar sana, saya mohon bantu. Entah doa, entah sedikit uang. Saya cuma ingin bisa sembuh,” katanya sebelum kembali terdiam, dalam rasa sakit yang tak terlihat, namun begitu terasa.


    Reporter: Eventus

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini