Labuan Bajo, lenteranews.info – Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) resmi melaporkan 13 resort dan hotel di kawasan pesisir Labuan Bajo ke Kepolisian Resor (Polres) Manggarai Barat pada 15 April 2025.
Dalam laporan itu, LPPDM menuding para pengusaha pariwisata telah melanggar aturan batas sempadan pantai dan melakukan pengkaplingan tanah negara tanpa dasar hukum yang sah.
Ketua LPPDM, Marsel Nagus Ahang, menyebut bahwa pelanggaran tersebut telah berlangsung selama beberapa tahun dan terkesan dibiarkan.
“Kami melihat ada kesengajaan dari para pemilik resort dan hotel untuk membangun fasilitas di wilayah sempadan pantai yang seharusnya dilindungi,” ungkap Marsel kepada media ini melalui sambungan telepon WhatsApp, Rabu (23/4/2025) malam.
Marsel merinci bahwa 13 resort yang dilaporkan adalah: Atlantic Beach, The Jayakarta Suites, Sudamala Resort, Puri Sari Beach, Luwansa Beach Resort, Bintang Hotel, La Prima Hotel, Pelataran Komodo, Sylvia Resort, Komodo Ayana Resort, dan Wae Cicu Beach Inn, Hotel JW Marriot Labuan Bajo, Ta'atana,a Luxury Collection Resort Labuan Bajo.
“Mereka bukan hanya melanggar aturan, tapi juga mengambil alih ruang publik dan ruang ekologis yang semestinya menjadi milik bersama,” tegasnya.
Dalam surat laporan, LPPDM menekankan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi, termasuk Peraturan Presiden (Perpres) No. 51 Tahun 2016 tentang Batas Sepadan Pantai dan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 yang menetapkan sempadan pantai sebagai kawasan lindung.
“Negara sudah menetapkan bahwa pembangunan harus berjarak minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi garis pantai. Ini bukan opini, ini hukum,” tegas Marsel.
Ia juga mengacu pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menegaskan bahwa pesisir adalah ruang publik dan kawasan lindung.
Secara pidana, pelanggaran atas kawasan ini dapat dikenai sanksi penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.
“Kalau tidak ada sanksi, maka hukum kita hanya jadi hiasan dinding,” sindir Marsel.
Marsel juga menyoroti lemahnya peran aparat dalam penegakan hukum dan berharap Kepolisian bertindak tegas.
“Kami percaya integritas aparat, tapi kami juga mendesak agar tidak ada kompromi terhadap pelanggar lingkungan,” ujarnya.
Laporan LPPDM turut ditembuskan ke Presiden RI, Kapolri, dan Kapolda NTT sebagai bentuk keseriusan mereka untuk mendorong penegakan hukum secara nasional.
“Labuan Bajo adalah proyek strategis nasional. Jangan biarkan hukum diinjak-injak di dalamnya,” katanya.
Menurutnya, pelanggaran ini telah merampas ruang hidup dan akses masyarakat lokal terhadap pantai yang dulunya terbuka untuk umum.
“Sekarang orang kampung tidak bisa jalan ke pantai. Semua sudah berpagar hotel. Di mana keadilannya?” tutur Marsel.
Ia menegaskan, laporan ini tidak dimaksudkan untuk menghambat investasi, melainkan agar investasi di Labuan Bajo berjalan sesuai hukum.
“Kami bukan anti investor. Tapi kami menolak investor yang menginjak hukum dan lingkungan. Labuan Bajo bukan milik pemilik modal,” tegasnya.
Reporter: Eventius Suparno