• Jelajahi

    Copyright © Lentera News
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Halaman

    Serangan Teroris Pahalgam Tewaskan 26 Turis, Picu Eskalasi Ketegangan India-Pakistan di Kashmir

    Selasa, 29 April 2025, April 29, 2025 WIB Last Updated 2025-04-29T03:31:25Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Jakarta,lenteranews.info -

    Hanya sedikit wilayah di dunia yang memiliki kepadatan militer dan gejolak yang begitu konstan seperti Kashmir.



    Terletak di pelukan Himalaya, dan berbatasan dengan tiga negara berkekuatan nuklir - India, Pakistan, dan Cina - wilayah yang diperebutkan ini telah lama menjadi medan pertempuran bagi rivalitas regional yang tajam dan ambisi teritorial yang seolah tak terpecahkan.



    Gejolak itu kembali mencuat dengan kekuatan mematikan baru-baru ini.


    Pada hari Selasa (22/04), sekelompok militan menyerang para wisatawan di Kashmir, di bagian di bawah administratif India, menewaskan sedikitnya 26 orang dan melukai puluhan lainnya dalam serangan paling mematikan terhadap warga sipil di wilayah itu dalam bertahun-tahun. India menyebut serangan ini sebagai aksi terorisme.



    Beberapa hari sebelumnya, tiga militan dan seorang tentara India terbunuh dalam serangkaian baku tembak di seluruh wilayah, menandakan bahwa ketegangan di kawasan itu tetap berada di titik yang sangat berbahaya.



    Mengapa Kashmir penting?


    Mencakup luas sekitar 222.200 kilometer persegi, wilayah Kashmir terbagi antara India, Pakistan, dan Cina - namun diklaim sepenuhnya oleh India dan Pakistan.



    Wilayah ini dihuni sekitar 20 juta jiwa, dengan sekitar 14,5 juta warga di wilayah yang dikelola India, sekitar enam juta orang di wilayah yang dikelola Pakistan, dan hanya beberapa ribu di wilayah yang dikelola Cina - sebuah daerah yang terletak pada titik pertemuan kepentingan strategis, ekonomi, dan agama yang sangat krusial.



    Sejarah modern konflik Kashmir bermula pada tahun 1947, ketika India yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Inggris, terbelah menjadi India yang mayoritas Hindu dan Pakistan yang mayoritas muslim.



    Apa yang kini dikenal sebagai wilayah persatuan India Jammu dan Kashmir- bagian dari wilayah Kashmir yang lebih luas - pada masa itu dipimpin oleh Maharaja Hindu Hari Singh, yang pada awalnya menolak untuk bergabung dengan kedua negara tersebut.



    Namun, keadaan berubah setelah pejuang gerilya Pakistan mencoba merebut wilayah tersebut dan menggulingkan kekuasaan di sana.



    Akibatnya, terjadi perang India-Pakistan yang pertama, ketika Maharaja memohon bantuan India untuk mengusir para penyerang dan sebagai imbalannya, ia menyetujui untuk mengalihkan wilayah negara bagian utamanya kepada New Delhi - memperkuat pembagian de facto Kashmir yang hingga kini masih ada.



    Kini, India menguasai bagian paling padat penduduk di wilayah tersebut, yang mencakup Lembah Kashmir, Jammu, dan Ladakh.



    Pakistan menguasai sebagian Kashmir utara, termasuk Azad Jammu dan Kashmir (AJK) serta Gilgit-Baltistan.



    Sementara itu, Cina mengelola wilayah Aksai Chin yang jarang penduduknya di bagian timur laut, yang juga diklaim India, serta Lembah Shaksgam, di mana India tidak mengakui kekuasaan Cina.



    Klaim Pakistan terhadap Kashmir berakar pada keyakinan bahwa wilayah yang mayoritas penduduknya muslim ini seharusnya menjadi bagian dari Pakistan sejak saat pemisahan negara.



    India, di sisi lain, bersikeras bahwa Instrumen Akses 1947 yang ditandatangani oleh Hari Singh menjadikan klaim India atas wilayah tersebut sah dan final.



    Namun, para ahli hukum mempertanyakan keabsahan dokumen yang ditandatangani di bawah tekanan tersebut.



    Perbedaan ini telah memicu berbagai perang, pemberontakan, dan dekade-dekade ketegangan diplomatik.



    Klaim ketiga: Cina


    Meskipun India dan Pakistan mendominasi narasi Kashmir, Cina juga memegang peran strategis yang tidak kalah penting.



    Di bagian timur laut wilayah tersebut, Lembah Shaksgam dan Aksai Chin dikelola oleh Cina, namun diklaim oleh India.



    Meskipun Lembah Shaksgam hampir tidak berpenghuni karena kondisi alamnya yang keras, Aksai Chin memiliki kepentingan vital bagi Cina dalam hal konektivitas darat antara Tibet dan Xinjiang.



    Cina mengambil alih Aksai Chin pada tahun 1950-an dengan membangun jalan strategis yang menghubungkan Xinjiang dan Tibet, sebuah rute yang melewati wilayah yang diklaim oleh India.



    India menentang kehadiran Cina di kawasan tersebut, yang akhirnya memicu perang singkat namun sengit antara Cina dan India pada 1962.



    Setelah konflik yang berlangsung singkat itu, Cina tetap menguasai Aksai Chin dan terus mengelolanya hingga kini.



    Dalam beberapa tahun terakhir, Beijing telah memperluas kehadiran militernya sepanjang Garis Pengendalian Aktual (LAC) yang memisahkan perbatasan Cina dan India, menyebabkan sering terjadinya ketegangan antara pasukan kedua belah pihak.



    Pentingnya wilayah ini bagi Cina bukan hanya dari segi strategis, namun juga ekonomi.



    Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC), yang merupakan salah satu pilar Inisiatif Sabuk dan Jalan Beijing, melintasi Gilgit-Baltistan yang dikelola Pakistan.



    Hal ini menjadikan stabilitas Kashmir sebagai isu yang tidak hanya terkait dengan geopolitik, tetapi juga finansial bagi Beijing.



    Lanskap yang terbentengi kuat


    India diperkirakan memiliki lebih dari 750.000 tentara yang ditempatkan di seluruh Jammu dan Kashmir, sebagian besar terkonsentrasi di Lembah Kashmir yang mayoritas muslim.



    Pakistan, di sisi lain, menempatkan hingga 120.000 personel keamanan di sepanjang Garis Kontrol (LoC) yang memisahkan wilayah yang dikelola Pakistan dengan India, termasuk pasukan khusus seperti Mujahid Force, serta 230.000 tentara di wilayah tersebut.



    Kedua belah pihak saling menuduh pihak lawan melebih-lebihkan jumlah pasukan yang mereka tempatkan, dan tidak ada yang memublikasikan angka yang tepat.



    Namun, para analis sepakat bahwa kepadatan militer di wilayah ini, terutama jika dibandingkan dengan jumlah penduduk sipilnya, sejajar atau bahkan melampaui kepadatan yang ada di Semenanjung Korea.



    Kelompok pemberontak menambah lapisan kompleksitas lainnya


    Pemberontakan bersenjata di Kashmir yang dikelola India, yang dimulai pada akhir 1980-an, dipicu oleh campuran ketidakpuasan lokal dan dukungan eksternal.



    India menuduh Pakistan menyokong kelompok militan, sebuah tuduhan yang dibantah oleh Islamabad.



    Selama beberapa dekade, kelompok-kelompok seperti Hizbul Mujahideen, Jaish-e-Mohammed, dan Lashkar-e-Taiba telah melancarkan serangan di wilayah ini.



    Apakah ini akan memicu krisis baru?


    Sebagai respons atas serangan terhadap wisatawan tersebut, India telah mengambil sejumlah langkah terhadap Pakistan, termasuk merendahkan hubungan diplomatik, menutup perbatasan darat dan udara, serta menangguhkan Perjanjian Indus Waters 1960 yang mengatur pembagian air dari sistem Sungai Indus.



    Pakistan sebelumnya telah memperingatkan bahwa setiap gangguan terhadap perjanjian tersebut akan dianggap sebagai "aksi perang."



    Kini, spekulasi tentang potensi eskalasi militer semakin mengemuka, mengingat ketegangan serupa yang terjadi pada 2019, ketika serangan bom bunuh diri di Pulwama menewaskan 40 tentara paramiliter India.



    India membalas dengan serangan udara ke Pakistan, mendorong kedua negara tersebut hampir ke ambang perang.



    Tahun yang sama, India mencabut Pasal 370 dari konstitusinya, yakni otonomi khusus Jammu dan Kashmir.



    Langkah ini, yang dikutuk oleh Pakistan, memicu kerusuhan di wilayah tersebut. Sejak itu, ketegangan terus meningkat, meskipun perhatian global mulai memudar. Di wilayah yang penuh gejolak ini, di mana berbagai konflik telah berlangsung, risiko terjadinya perang lain tetap sangat nyata.



    Sumber : Detiknews.com


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini