Sintang,lenteranews.info -
Praktik penambangan pasir ilegal kembali mencuat di wilayah bantaran Sungai Kapuas, Kabupaten Sintang, provinsi Kalimantan Barat. Kegiatan ini dilakukan menggunakan satu unit alat berat jenis ekskavator untuk mengangkat pasir dari dasar sungai ke permukaan.
Menurut hasil investigasi wartawan LenteraNews.info di lapangan, aktivitas tersebut tidak hanya melibatkan pihak-pihak swasta, tetapi juga diduga dibiarkan oleh aparat setempat, termasuk oknum di lingkungan Polres Sintang. Penambangan ini beroperasi dengan modus membuat batako, namun pada kenyataannya, kegiatan utama yang dilakukan adalah jual beli pasir secara ilegal.
Penambangan pasir ini jelas melanggar hukum karena termasuk dalam aktivitas pencurian mineral sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Dalam pasal 158 UU Minerba disebutkan:
"Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi (IUP, IPR, atau IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”
Selain itu, kegiatan ini berpotensi merusak lingkungan hidup, yang melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), di mana pencemaran atau kerusakan lingkungan dapat dikenai sanksi pidana berat.
Masyarakat setempat menyuarakan keprihatinannya dan meminta agar aparat penegak hukum, khususnya Polda Kalbar, segera mengambil langkah tegas terhadap para pelaku tambang pasir ilegal ini. Mereka menuntut adanya penindakan nyata, termasuk terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pembiaran praktik ilegal tersebut.
"Kami berharap Polda Kalbar turun tangan dan segera menangkap para pelaku tambang ilegal ini. Sudah lama aktivitas ini dibiarkan, padahal kami tahu Polres Sintang juga mengetahui kegiatan tersebut," ujar salah seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Praktik penambangan liar tanpa izin resmi ini, selain merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan retribusi, juga berisiko besar terhadap ekosistem sungai dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat sekitar.
Pihak LenteraNews.info akan terus memantau perkembangan kasus ini dan mendukung langkah hukum yang diambil untuk menyelamatkan aset negara dan lingkungan hidup di wilayah Sintang.
(Ahmad Suyadi)